RSS

MENGENAL KEPEMIMPINAN

MENGENAL KEPEMIMPINAN

Tamhid

Pergaulan hidup yang mencerminkan kerjasama antar individu demi kepentingan bersama terkadang mengambil bentuk suatu ikatan bersama secara teratur, yang otomatis membutuhkan adanya rumusan sejumlah tugas bagi masing-masing anggota serta memerlukan seperangkat aturan tertentu. Gambaran kerjasama seperti itu lazimnya disebut organisasi, yang memerlukan adanya satu komando dalam menjaga keharmonisan kerjasama tersebut. Pemegang komando itupun diharapkan berupa sosok individu yang memiliki pengaruh positif. Pada fenomena sosial lainnya, di luar ikatan sebuah organisasi, sering kali juga seseorang individu memiliki pengaruh positif terhadap orang lain, yang orang lain tersebut lalu berperilaku tertentu yang membawa manfaat individual maupun sosial. Di sinilah arti pentingnya kepemimpinan.
Makalah ringan ini akan menekankan hal-hal pokok dan mendasar yang berkaitan dengan pemikiran tentang kepemimpinan (leadership). Muatan pokoknya berkisar pada penegasan pengertian leadership, teori-teori pokok kepemimpinan, tipe-tipe kepemimpinan serta gambaran sekilas tentang positive leader dan negative leader. 
A. KONSEPSIONAL ISLAMI
Di dalam al-quran (S.2/al-baqarah : 29), makhluk manusia dinyatakan sebagai khalifah di bumi. Tugas sebagai khalifah ini dapat dimaknakan sebagai pemberian wewenang dari Allah SWT kepada umat manusia untuk memberdayakan segala sumber daya yang ada serta melakukan sesuatu terhadap jagat raya demi kesejahteraan bersama (lihat al-mubarak,1984:58 ; Sa'id,1402:133). Itu sebabnya, segala fenomena alam dan sosial diciptakan Allah justru dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hajat hidup manusia itu sendiri (Q.S.2/al-baqarah : 29).
Pemberian wewenang khilafah kepada manusia bukanlah pembebanan di luar kemampuan, sebab manusia diciptakan sebagai sebuah sistem, sitem argan tubuh dan juga sistem alat. Manusia sebagai sebuah sistem menunjuk pada kesatuan yang utuh terdiri dari jasmani dan rohani. Jika unsur-unsur jasmaniah hanya merupakan sebuah sistem organ tubuh, maka interaksi antar unsur rohaniah (aqal/rasio, wijdan/emosi serta nafsu) ditambah unsur jasmaniah akan merupakan sistem alat yang maha dahsyat. Karakteristik manusia yang hakiki pun harus difahami menunjuk pada menyatunya unsur jasmani dan rohani ini. Jika rumusan konsepsional demikian kita pegangi dalam memahami hakekat manusia, justru kita mudah menerima latang belakang mengapa hanya makhluk manusia yang diinginkan Allah memiliki olronitas disiplin (Q.S.2/al-baqarah:31), dan selanjutnya lebih berhak sebagai khalifah di bumi (Q.S.2/al-baqarah:30). Dari analisis ini pula kita menyadari betapa sumber daya manusia (SDM) itu dapat diandalkan dalam menangani segala persoalan.
 Namun demikian, pemanfaatan sumber daya manusia dalam tugas mengelola kehidupan, baik melalui tindakan langsung, melalui studi ilmiah (rasional-empirikal) maupun dengan cara perenungan terhadap fenomena yang terjadi, semuanya diinginkan agar bermuara pada penemuan sejumlah petunjuk guna meningkatkan tangung jawab kemanusiaannya, sebagaimana tujuan positif demikian diinginkan oleh Islam itu sendiri sebagai petunjuk hidup (periksa Syaltut,1966:136). Kuncinya tentu saja terletak pada adanya kesanggupan dan bukan sekedar persiapan.
 
B.  PENEGASAN BATASAN PENGERTIAN
Kita telah memaklumi suatu kehidupan berkelompok memerlukan suatu pola ikatan secara terorganisir demi terciptanya kerja sama yang baik dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pencapaian tujuan tersebut dengan sendirinya perlu ditunjang oleh beberapa proses kerja atau tindakan secara bertahap dan sistematis, sehingga dapat memenuhi rasa kepuasan bersama. Pada proses tindakan itulah letak suatu aktivitas yang disebut “tugas pimpinan (inggris : managament)”. Akan tetapi proses manajemen akan lebih  berhasil dengan sangat memuaskan apabila seorang pemimpin (manager) memiliki sifat-sifat positif tertentu yang disebut “kepemimpinan (inggris : leadership)”.
Keberadaan manajemen memang nyata dalam lapangan organisasi, oleh karena fungsi-fungsinya tidak dapat lepas sebagai sistem proses dalam kehidupan bersama secara teratur. Karena itu, manajemen hanya bisa dilakukan dalam kehidupan berorganisasi. Sementara, leadership bisa terjadi diluar pimpinan organisasi, sebab pada prinsipnya leadership menunjuk kepada seperangkat keterampilan dan tanggung jawab tertentu yang melahirkan kemampuan seseorang (leader) hingga ia berpengaruh dihadapan orang lain. Ini artinya, istilah leadership harus dimaknakan lain dari pada istilah management, meskipun keteriringan dan kesertaan keduanya merupakan suatu tuntutan tersendiri.
Penekanan leadership terletak pada keahlian-keahlian khusus yang dimiliki seseorang (sebagai hasil upaya) untuk mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan, baik tujuan individual maupun tujuan kolektif. Ini berbeda sekali dengan management, karena management ditekankan pada proses kerja sama yang teratur secara sisitematis sebagai bentuk tanggung jawab bersama menuju hasil yang sekaligus merupakan tujuan dilakukannya kerja sama tersebut. Seseorang manajer, karena suatu tujuan kolektif melalui suatu organisasi, ia harus melakukan tugas memimpin, tetapi belum tentu ia memiliki bakat dan keterampilan tertentu sebagai suatu kemampuan memimpin bawahan-bawahannya. Dengan demikian ia perlu belajar serta melatih diri agar dapat menjalankan fungsi manajemen dengan baik. Namun seseorang leader, tanpa bertindak sebagai pemimpin suatu organisasi, akan tampak pada dirinya daya pengaruh terhadap orang lain, sehingga orang lain tersebut berperilaku tertentu secara positif tanpa merasa sebagai anggota suatu organisasi. Daya pengaruh dimaksud berupa sifat-sifat tertentu, misalnya rendah diri, rasa sosial, percaya diri, kejujuran dan tanggung jawab yang tinggi, keuletan dan keterbukaan.
Dari rumusan di atas itulah, timbul kebiasaan memilih atau mengangkat seorang leader menjadi manajer atau timbul harapan kuat dari para anggota agar manajer mereka juga seorang leader. 
C. TEORI DASAR TENTANG KEPEMIMPINAN
 Terdapat tiga pendekatan pokok dalam kajian teoritis tentang kepemimpinan, yaitu sifat, perilaku dan situasi (periksa Handoko,1999:295).

1. Pendekatan sifat-sifat
Sifat-sifat kepemimpinan diperoleh melalui studi lapangan untuk memperoleh dua kategori perbandingan. Pertama, perbandingan sifat-sifat antara pemimpin dengan yang bukan pemimpin. Penemuan yang diperoleh adalah, bahwa pemimpin cenderung berbadan tinggi, berkecerdasan rata-rata lebih tinggi, lebih ramah, lebih memiliki kepercayaan diri dan memiliki kebutuhan kekuasaan yang lebih besar. Studi ini berkesimpulan pokok, bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat.
Kedua, dengan membandingkan sifat-sifat pemimpin yang efektif dengan yang kurang atau tidak efektif. Melalui studi ini, Edwin Ghiselli menemukan sifat-sifat yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif, yaitu a) kemampuan pengarahan dan pengawasan, b) kebutuhan berprestasi dalam pelaksanaan tugas (bertanggung jawab dan berkeinginan sukses), c) cerdas dan kreatif dalam mengambil kebijakan, d) ketegasan (kemampuan membuat keputusan dan pemecahan masalah secara tepat), e) kepercayaan diri (kesanggupan dan kemampuan menghadapi masalah beserta konsekuensinya) dan f) independensi dan enovatif (kemampuan bertindak tidak bergantung dan menemukan cara-cara baru). Sedangkan Keith Davis hanya memperoleh empat sifat utama yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan, yaitu a) kecerdasan, b) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, c) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan d) sikap-sikap hubungan manusiawi.

2. Pendekatan perilaku
Paradikma ini bermula dari permasalahan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif, bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas dan lain sebagainya. Sasarannya pada fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan. Ada dua fungsi utama yang harus dilaksanakan seseorang leader jika efektivitas kepemimpinan ingin dicapai. Pertama, fungsi yang berkaitan dengan tugas pemecahan masalah.  Ini menyangkut fungsi pemberian saran penyelesaian masalah serta pemberian informasi dan pendapat. Kedua, fungsi pemeliharaan kelompok. Yang kedua ini mencakup segala hal yang dapat membantu kelompok berjalan lancar, membantu terjalinnya hubungan dengan kelompok lain, pengambilan jalan tengah terhadap perbedaan pendapat yang muncul dan sebagainya.
Sedangkan yang bersasaran pada gaya kepemimpinan, terdapat dua pola atau gaya pokok. Pertama, Gaya yang berorientasi pada tugas. Gaya ini mencerminkan seorang pemimpin yang melakukan pengarahan dan pengawasan kepada pihak terpimpin secara tertutup. Yang penting tugas sudah dilaksanakan oleh pihak terpimpin sesuai yang diinginkan. Dengan demikian perhatian pemimpin tertuju hanya pada tugas-tugas orang lain, tanpa berupaya mengembangkan SDM mereka. Yang kedua, gaya berorientasi pada pihak terpimpin. Seorang leader dengan gaya ini akan lebih menekankan pentingnya pemberian motivasi kerja kepada mereka serta memberikan peluang dan kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, saling mempercayai dan saling menghormati.

3. Pendekatan situasi
Pendekatan sifat maupun perilaku dianggap belum cukup menjawab esensi kepemimpinan. Efektivitas kepemimpinan, menurut pendekatan situasional, bukan ditentukan oleh sifat seseorang atau pola-pola perilaku tertentu, melainkan masih tergantung oleh beberapa faktor, misalnya situasi, tugas, lingkungan, orang-orang yang dipengaruhi, hubungan antara pemimpin dan pengikut dan lain sebagainya.
Dalam menjaga agar kepemimpinan berjalan efektif, pendekatan situasi menyarankan untuk secara principal mempertimbangkan hubungan antara tiga hal : kesanggupan dan kualitas pemimpin, kesanggupan dan kualitas pengikut serta situasi yang ada.

D.  TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
            Selama pelaksanaan tugas kepemimpinan, terdapat sifat–sifat khusus, pola-pola perilaku tertentu yang timbul dari dasar kepribadian seseorang yang di cerminkan dalam bersikap dan berperilaku terhadap unsur–unsur kepemimpinan (manusia, sarana dan tujuan), dan pelampiasan sifat–sifat maupun pola perilaku tersebut terkesan seperti kurang disadari atau tidak disengaja. Cara perlakuan demikian itulah yang dimaksud dengan tipe kepemimpinan (periksa Nitisemito,1985 ; Kartono,1990), yang melahirkan jenis–jenis kepemimpinan yang :

1.       Otokratis, dengan ciri–ciri orangnya :
a.      menganggap organisasi miliknya sendiri ;
b.      mengindendifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi ;
c.       menganggap bawahan sebagai alat ;
d.      sangat bergantung pada kekuasaan formal ;
e.      menggiatkan bawahan sering dengan paksaan, dan
f.        menolak kritik atau tidak terbuka.

2.      Laissez faire, ciri–cirinya adalah :
a.      lepas kontrol pada tugas–tugas bawahan ;
b.      mengabaikan planning dalam aktivitas ;
c.       kurang memberi petunjuk maupun saran–saran ;
d.      tidak berpengaruh terhadap bawahan, dan karenanya
e.      sangat bergantung pada anak buah.

3.      Militeristik dengan ciri – ciri  :
a.      selalu menonjolkan jabatan / pangkat ;
b.      berlebihan–lebihan menggunakan kedok formalitas ;
c.       perintah merupakan satu–satunya alat mobilisasi ;
d.      menuntut disiplin yang tinggi dan kaku pada bawahan ;
e.      sukar menerima saran dari bawahan, dan
f.        gemar upacara untuk berbagai keadaan.

4.      Paternalistik, yaitu tipe kepemimpinan dengan ciri :
a.      menganggap bawahan belum dewasa ;
b.      jarang memberikan kesempatan bawahan berinisiatif ;
c.       sering bersikap maha tahu, serta
d.      pengambilan keputusan sering hanya di tangannya sendiri dan jarang sekali melibatkan bawahan.

5.      Karismatis. Dengan tipe ini, seseorang pemimpin bersifat :
a.      memiliki daya tarik dan pengaruh yang besar ;
b.      pada dirinya  seakan–akan terdapat kekuatan ghaib dan karenanya, bawahan dengan  tulus bersikap sendika dalem;
c.       karisma yang dimiliki berlangsung lama.

6 .  Demokratis. Ciri–cirri orangnya :
a.        menganggap bawahan sebagai makhluk mulia ;
b.        sangat mengutamakan kepentingan umum ;   
c.        kerja koperatif sebagai dasar pencapaian tujuan ;
d.       senantiasa memberi bimbingan kepada bawahan ;
e.        tampak menonjol sifat keterbukaannya ;
f.         membuka pintu kebebasan pada pihak bawahan ;
g.        kepentingan bawahan sederajat dengan kepentingan organisasi.

D.  PEMIMPIN POSITIF DAN PEMIMPIN NEGATIF
            Kategori pendekatan dalam melakukan tugas memimpin dapat membuahkan dua macam istilah bagi setiap orang yang menjabat sebagai pemimpin atas dasar bakat atau ketrampilan tertentu. Ddua istilah itu adalah:
 1. Positive leader (pemimpin positif )
Didalam Mengerakkan dan menggiatkan para bawahannya, pemimpin jenis ini selalu mengarah pada tercapai dan terpenuhinya kepuasan orang–orang yang ia pimpin. Cara–cara melakukan tugas maupun latar belakang dilakukannya pekerjaan senantiasa ia jelaskan, sehingga hampir tidak pernah datang perintah kepada bawahan kecuali disertakan pula penjelasan–penjelasan dan petunjuk-petunjuk yang sesuai dengan kecakapan mereka dan alat–alat yang akan dipergunakan .
Pemimpin positif bertindak sebai pelopor, ia berada dibagian depan barisan orang–orang bawahannya, memotivisir, memimpin serta melindungi mereka. Tenaga pikirannya dicurahkan semaksimal mungkin untuk memperkuat tenaga orang–orang bawahannya. Meski demikian, rasa hormat para bawahan kepadanya semakin tinggi dengan penuh semangat. Pemimpin model ini selalu menggunakan pendekatan human relation dalam membina komunikasi internal maupun eksternal.
               
2. Negative leader ( pemimpin negatif )
Lain halnya dengan positive leader, seseorang pemimpin negatif dalam melakukan tindakan sering terkesan seakan-akan menakut–nakuti atau mengancam para bawahabn agar mereka mau bergerak dan berbuat, walaupun dengan sangat terpaksa. Dengan begitu, ia sering mengurangi kepuasan para bawahan. Negative leader dapat digambarkan berada dibelakang barisan anggota organisasi sambil mendorong–dorong anak buahnya agar mau bekerja, tetapi tidak sedikitpun mereka terpanggil memenuhinya, akibatnya mereka menjadi lemah secara mental, tidak pernah mendapatkan kepuasan batin namun banyak muncul kekecewaan.
Sebagai dampak dari pola kepemimpinan yang negatif, seringkali kali muncul gejala sikap kurang menghormati dari para bawahan kepada pemimpin, yang secara rasional tidak dapat diingkari.

Khatimah

Pemberdayaan manusia sebagai khalifah dibumi (baca : agen of development) perlu juga dilakukan melalui kesanggupannya menjadi pemimpin terhadap siapa saja. Disamping itu, upaya yang maksimal untuk meraih kecakapan tertentu dalam kegiatan memimpin merupakan keharusan tersendiri, sehingga ia menyandang kategori positive leader, sosok pemimpin yang benar–benar menjadi harapan masyarakat secara umum.
Alternative terhadap positive leadaer memang perlu ditekankan mengingat pentingnya pengindahan nilai–nilai kemanusiaan dalam pergaulan hidup sebagai ciri khas makhluk sosial yang disandang oleh manusia itu sendiri. Akhirnya, positive leadaer, sebagai pemimpin idaman, diinginkan tekun membina sikap keterus terangan dan keterbukaan, egaliter serta sok peduli teman, bukan sosok yang menonjolkan gengsi, sok mengerti, bukan pula sosok yang egois dan individualis.
 
            Wallahu a’lamu bisshawab wa ilaihil ma-ab
 
BAHAN  ACUAN

Al-Mubarak, Muhammad, 1970, Nidhâm al-islâm, al-'aqîdah wa al-'Ibâdah, Dar al-fikr, Beirut
Handoko, T.Hani, 1999, Manajemen, BPFE, Yogyakarta.
Kadarman SJ. Dan Udaya, Yusuf, 1991, Pengantar ilmu manajemen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kartono, Kartini, 1990, Pemimpin dan Kepemimpinan, Rajawali, Jakarta.
Nitisemito, Alex S., 1985, Manajemen : suatu dasar dan pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sa' îd, Abd al-sattâr Fath Allâh, 1402, Al-mu'âmalât fi al-Islâm, Rabitah al-'alam al-islamiy, Mekka.
Syaltut, Mahmud, 1966, Min taujîhât al-islâm, Dar al-qalam, t.k.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS